(( KRONOLOGIS SEJARAH KERAJAAN DI TANAH PASUNDAN))
SunanGunungjati
Ilustrasi: Sunan Gunung Jati
1. kehidupan masyarakat Sunda pertama di pesisir barat ujung pulau Jawa,
yaitu pesisir Pandeglang. Dipimpin oleh seorang kepala suku (panghulu) Aki
Tirem Sang Aki Luhur Mulya. Sistem religi mereka adalah Pitarapuja, yaitu
pemuja roh leluhur, dengan bukti sejumlah menhir seperti Sanghiyang Dengdek,
Sanghiyang Heuleut, Batu Goong, Batu Cihanjuran, Batu Lingga Banjar, Batu
Parigi, dll. Refleksi dukuh Pulasari dapat kita lihat di kehidupan masyarakat
Sunda Kanekes (Baduy).
2. Salakanagara
Putri Aki Tirem yaitu Pohaci Larasati, menikah dengan seorang duta niaga
dari Palawa (India Selatan) bernama Dewawarman. Ketika Aki Tirem wafat, Dewawarman
menggantikannya sebagai penghulu dukuh Pulasari.
Dukuh Pulasari hingga menjadi kerajaan corak Hindu pertama di Nusantara,
yang kemudian diberi nama Salakanagara. Salaka berarti Perak dan Nagara berarti
negara atau negeri. Oleh ahli dari Yunani, Claudius Ptolomeus, Salakanagara
dicatat sebagai Argyre. Dalam berita China dinasti Han, tercatat pula bahwa
raja Yehtiao bernama Tiao-Pien mengirimkan duta keChina tahun 132 M. menurut
Ayat Rohaedi, Tiao berarti Dewa, dan Pien berarti Warman.
Salakanagara didirikan tahun 130 M, dengan raja pertamanya Dewawarman I
dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Rakja Gpura Sagara. memerintah
hingga tahun 168 M. Wilayahnya meliputi propinsi banten sekarang ditambah
Agrabintapura (Gunung Padang Cianjur) dan Apuynusa (Krakatau).
Raja Terakhir (ke-8) Dewawarman VIII bergelar Prabu Darmawirya
Dewawarman (348-363 M).
3. Tarumanagara
Didirikan oleh Jayasingawarman pada 358 M dengan nobat Jayasingawarman
Gurudarmapurusa.
Penerusnya adalah Purnawarman yang memindahkan pusat pemerintahan dari
Jayasingapura (mungkin Jasinga) ke tepi kali Gomati (bekasi) yang diberi nama
Sundapura (kota Sunda), bergelar Harimau Tarumanagara (Wyagraha ning
tarumanagara), dan disebut pula Sang Purandara Saktipurusa (manusia sakti
penghancur benteng) dan juga Panji Segala Raja. Sedangkan nama nobatnya adalah
Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaparakrama Suryamahapurusa
Jagatpati.
Raja terakhir Sang Linggawarman sebagai raja ke-12
4. Kerajaan Sunda
Tarumanagara dirubah namanya menjadi Kerajaan Sunda oleh Tarusbawa,
penerus Linggawarman.
Akibatnya belahan timur Tarumanagara dengan batas sungai Citarum
memerdekakan diri menjadi Kerajaan Galuh
Kerajaan Sunda berlangsung hingga tahun 1482 M, dengan 34 raja.
Prabu Maharaja Linggabuana dinobatkan menjadi raja di kerajaan Sunda
pada 22 februari 1350 M. Ia gugur bersama putrinya, Citraresmi, dalam tragedi
Palagan Bubat akibat ulah Mahapatih Gajahmada. Peristiwa itu terjadi pada 4
September 1357 M.
Mahaprabu Niskala Wastu Kancana menggantikan posisi Linggabuana pada
usia 9 tahun. Dia membuat Prasasti Kawali di Sanghiyang Linggahiyang atau
Astana Gede Kawali. Dia juga yang membuat filsafat hidup :” Tanjeur na Juritan,
Jaya di Buana” (unggul dalam perang, lama hidup di dunia).
Wastukancana memerintah selama 103 tahun 6 bulan dan 15 hari dalam
keadaan damai.
Sri Baduga Maharaja adalah putra Prabu Dewa Niskala, cucu dari Prabu
Wastukancana. Ia adalah pemersatu kerajaan Sunda, ketika Galuh kembali
terpisah. Kerajaan ini lebih dikenal dengan sebutan Pajajaran. Dialah raja
pertama yang mengadakan perjanjian dengan bangsa Eropa, yaitu Portugis. Ia
berkuasa dari tahun 1482 s.d. 1521M.
5. Kerajaan Galuh
Pendirinya adalah Prabu Wretikandayun pada 612 M.
Prabu Sanjaya Harisdarma. Ia disebut Taraju Jawadwipa, dan sempat
menjadi Maharaja di tiga kerajaan : Kalingga – Galuh – Sunda.
Sang Manarah yang dalam dongeng disebut Ciung Wanara. Ia putera Prabu
Premana Dikusumah dari Naganingrum.
6. Kerajaan Pajajaran
Pajajaran adalah sebutan pengganti atas bersatunya kerajaan Galuh dengan
kerajaan Sunda, yang dipegang oleh satu penguasa : Sri Baduga Maharaja Ratu
Haji di Pakuan Pajajaran atau Sri Sang Ratu Dewata.
(( MAJAPAHIT DAN SUNDA))
1. Kerajaan Sunda ini wilayahnya tidak seluas kekuasaan Majapahit yang
membentang dari Sumatra hingga Papua bahkan Malaka. Tetapi Kerajaan Majapahit
yang terkenal ingin menjajah seluruh Nusantara dengan Sumpah PALAPA-nya Gajah
Mada, tidaklah dapat merebut Sunda dan juga Madura.
2. Raden Wijaya, pendiri Majapahit, kakek Raja Hayam Wuruk, adalah
ketrurunan Sunda. Raden Wijaya adalah hasil pernikahan Dyah Lembu Tal (Putri
Mahisa Campaka dari Singashari) dengan Rakeyan Jayadharma putra Raja Galuh.
Setelah Raden wijaya, Tribuana Tungga Dewi juga memilih tidak melakukan
penaklukan kepada kerajaan sunda galuh karena ada unsure kekerabatan Tetapi
dibawah Pemerintahan Hayam Wuruk dengan ambisi Palapa-nya Gajah mada disusun
suatu siasat politik untuk menguasai Kerajaan Sunda. Prabu hayam Wuruk
bermaksud memperistri puteri kerajaan sunda Galuh; “Diyah Pitaloka”.
3. Gajah Mada memiliki pandangan lain yang melihat ini kesempatan untuk
menguasai Kerajaan Sunda.
Lamaran dilayangkan dan raja Sunda merasa senang. Tetapi pestanya harus
dilaksanakan di Kerajaan Majapahit. Hal ini sungguh diluar kebiasaan adat
istiadat, dimana biasanya pesta itu menjadi tanggung jawab pihak calon istri
ditempatnya.
Lebih mengherankan lagi jika pesta itu dilakukan bersamaan dengan jadwal
menghadapnya (seba) raja-raja (taklukan) se nusantara ke Majapahit, sambil
menyerahkan upeti.
4. Sang Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati (adik Prabu Maharaja
Linggabuwana) sebagai penasihat raja memberikan pertimbangan dari berbagai
aspek, termasuk kemungkinan motivasi politik Majapahit yang saat itu sedang
melakukan ekspansi ke seluruh wilayah nusantara. Prabu Maharaja Linggabuwana
tidak buta dengan hal ini, tetapi ia lebih mengedepankan hubungan kekerabatan
dengan tetap berprasangka baik.
5. Maka berangkatlah rombongan pengantin dari Sunda dengan diiringi 90
orang pasukan Balamati dan para petinggi istana. Prabu Maharaja Linggabuwana,
disertai Permaisuri Dewi Lara Lisning, serta Putri Dyah Pitaloka berada dalam
kereta kencana. Adapun Patih Singaperbangsa, Yuwamantri Wirayudha, Senapati
Sutrajali dan Ki Panghulu Sora berada dalam iringan pasukan berkuda.
6. Rombongan calon pengantin dari Sunda di istirahatkan disebuah
pesanggrahan mewah di lapangan Bubat sebelum dihadapkan pada upacara pernikahan
dengan Raja Hayam Wuruk. Tapi Gajah Mada bertindak lebih cepat, dengan kesatuan
Bhayangkara-nya Gajah Mada menjemput calon pengantin dengan terlebih dahulu
mempersyarati dengan pengakuan superioritas dan tanda takluk Sunda kepada
Majapahit. terjadilah pertempuran tidak seimbang, atau lebih tepat pembantaian,
yang dilakukan pasukan besar Majapahit dengan 90 orang pasukan Balamati yang
melindungi Raja Sunda. Seluruh anggota rombongan Kerajaan Sunda gugur dalam
pertempuran di lapangan Bubat itu.
(( KERUNTUHAN MAJAPAHIT DAN KERAJAAN SUNDA))
1. Dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit ditangan Kerajaan Islam Demak
maka otomatis di Nusantara tinggal kerajaan Sunda / Pajajaran. Sebagai kerajaan
besar selain islam.
2. Kerajaan Sunda / Pajajaran adalah kerajaan dengan agama SUNDA.
(( PROSES ISLAMISASI SUNDA))
1. Sri Baduga menikah dengan Nyi Subang Larang, seorang puteri Ki Gede
Tapa, penguasa Syah Bandar Karawang. Peristiwa pernikahannya terjadi ketika
Prabu Siliwangi belum menjadi raja Pajajaran; ia masih bergelar Prabu Jaya
Dewata atau Manahrasa dan hanya menjadi raja bawahan di wilayah Sindangkasih
(Majalengka), yaitu salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Galuh Surawisesa (kawali-Ciamis) yang diperintah oleh ayahnya
Prabu Dewa Niskala. Sedangkan kerajaan Sunda-Surawisesa (Pakuan/Bogor) masih
dipegang oleh kakak ayahnya (ua: Sunda) Prabu Susuk Tunggal.
Sebelum menjadi isteri (permaisuri) Prabu Siliwangi, Nyi Subang Larang
telah memeluk Islam dan menjadi santri (murid) Syeikh Hasanuddin atau Syeikh
Quro. Ia adalah putera Syeikh Yusuf Sidiq, ulama terkenal di negeri Champa
(sekarang menjadi bagian dari Vietnam bagian Selatan).
Syeikh Hasanuddin datang ke pulau Jawa (Karawang) bersama armada
ekspedisi Muhammad Cheng Ho (Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong) dari dinasti Ming
pada tahun 1405 M. Di karawang ia mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok
Quro. Oleh karena itu ia mendapat gelar (laqab) Syeikh Qura.
Pondok Quro merupakan lembaga pendidikan Islam (pesantren) pertama di
tanah Pasundan. Kemudian setelah itu muncul pondok pesantren di Amparan Djati
daerah gunung Djati (Syeikh Nur Djati). Setelah Syeikh Nurul Djati meninggal dunia,
pondok pesantren Amparan Djati dipimpin oleh Syeikh Datuk Kahfi atau Syeikh
Idhopi, seorang ulama asal Arab
2. Dari pernikahannya itu lahirlah dua anak yaitu Walangsungsang (kelak
dia dikenal dengan nama pangeran Cakrabuana) dan Nyi Rarasantang.
Kedua anak Sri Baduga itu lebih memilih Islam (kepada ibunya) daripada
Sanghyang (agama bapaknya).
Keduanya kemudian diusir dari istana kerajaan Sunda karena tidak
diijinkan memeluk Islam.
3. Walangsungsang berguru kepada Syeikh Nurjati di pesisir laut utara
Cirebon. Setelah itu ia bersama adiknya, Nyi Mas Lara Santang berguru kepada
Syeikh Datu Kahfi (Syeikh Idhofi).
4. Walangsungsang bersama Ki Gedeng Alang-Alang berhasil membuka
perkampungan muslim daerah pesisir. Pemukiman baru itu dimulai tanggal 1 Muharam
849 Hijrah (8 April 1445 M). Kemudian
darah pemukiman baru itu diberi nama Cirebon. Penamaan ini diambil dari kata
atau bahasa Sunda, dari kata “cai” (air) dan “rebon” (anak udang, udang kecil,
hurang). Memang pada waktu itu salah satu mata pencaharian penduduk pemukiman
baru itu adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan terasi. Sebagai
kepada (kuwu; Sunda) pemukiman baru itu adalah Ki Gedeng Alang-Alang, sedangkan
wakilnya dipegang oleh Walangsungsang dengan gelar Pangeran Cakrabuana atau Cakrabumi.
Setelah beberapa tahun semenjak dibuka, pemukian baru itu (pesisir
Cirebon) telah menjadi kawasan paling ramai (dijawabarat) dikunjungi oleh
berbagai suku bangsa. Tahun 1447 M, jumlah penduduk pesisir Cirebon berjumlah
348 jiwa, terdiri dari 182 laki-laki dan 164 wanita. Sunda sebanyak 196 orang,
Jawa 106 orang, Andalas 16 orang, Semenanjung 4 orang, India 2 orang, Persia 2
orang, Syam (Damaskus) 3 orang, Arab 11 orang, dan Cina 6 orang. Agama yang
dianut seluruh penduduk pesisir Cirebon ini adalah Islam.
5. Pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara Santang pergi ke Mekah untuk
menunaikan ibadah hajji.
Ketika di Mekah, Pangeran Cakrabuana dan Nyi Mas Lara Santang bertemu
dengan Syarif Abdullah, yaitu seorang penguasa (sultan) kota Mesir pada waktu
itu.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Pangeran Cakrabuana mendapat
gelar Haji Abdullah Iman, dan Nyi Mas Lara Santang mendapat gelar Hajjah
Syarifah Muda’im.
Selanjutnya, Nyi Mas Larasantang dinikahkan oleh Pangeran Cakrabuana
dengan Syarif Abdullah.
6. Selang beberapa waktu setelah pengeran Cakrabuana kembali ke Cirebon,
kakeknya dari pihak ibu yang bernama Mangkubumi Jumajan Djati atau Ki Gedeng
Tapa meninggal dunia di Singapura (Mertasinga). Yang menjadi pewaris tahta
kakeknya itu adalah pangeran Cakrabuana. Akan tetapi, Pangeran Cakrabuana tidak
meneruskan tahta kekuasaan kakeknya di Singapura (Mertasinga). Ia membwa harta
warisannya ke pemukiman pesisir Cirebon. Dengan modal harta warisan tersebut,
pangeran Cakrabuana membangun sebuah keraton bercorak Islam di Cirebon Pesisir.
Keraton tersebut diberi nama Keraton Pakungwati. Dengan berdirinya Keraton
Pakungwati berarti berdirilah sebuah kerajaan Islam pertama di tatar Sunda
Pajajaran. Kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana
tersebut diberi nama Nagara Agung Pakungwati Cirebon atau dalam bahasa Cirebon
disebut dengan sebutan Nagara Gheng Pakungwati Cirebon.
7. Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata (atau Prabu Suliwangi) merasa senang.
Kemudian ia mengutus Tumenggung Jayabaya untuk melantik (ngistrenan; Sunda)
pangeran Cakrabuana menjadi raja Nagara Agung Pakungwati Cirebon dengan gelar
Abhiseka Sri Magana. Dari Prabu Siliwangi ia juga menerima Pratanda atau gelar
keprabuan (kalungguhan kaprabuan) dan menerima Anarimakna Kacawartyan atau tanda
kekuasaan untuk memerintah kerajaan lokal.
7. Adalagi putera Raja Pajajaran yang terkenal yaitu KIAN SANTANG.
Keberadaannya sering digeneralisir sebagi mitos, tetapi melihat bukti-bukti
sejarah, tokoh Kian Santang ini nyata.
Beliau dikenal juga dengan sebutan Gagak Lumayung dan melakukan dakwah
dipedalaman.
8. Pernikahan Nyi Mas Larasantang dengan Syarif Abdullah putera penguasa
Mesir melahirkan putera yang diberinama SYARIF HIDAYATULLAH. Syarif
Hidayatullah kemudian pergi ke Cirebon meninggalkan Mesir.
Selama di perjalanan menujuk kerajaan Islam Pakungwati di Cirebon,
Syarif Hidayatullah menyempatkan diri untuk singgah di beberapa tempat yang
dilaluinya. Di Gujarat India, ia singgah selama tiga bulan dan sempat
menyebarkan Islam di tempat itu. Di Gujarat ia mempunyai murid, yaitu Dipati
Keling beserta 98 anak buahnya. Bersama Dipati Keling dan pengikutnya, ia
meneruskan perjalanannya menuju tanah Jawa. Ia pun sempat singgah di Samudera
Pasai dan Banten. Di Pasai ia tinggal selama dua tahun untuk menyebarkan Islam
bersama saudaranya Syeikh Sayyid Ishak. Di Banten ia sempat berjumpa dengan
Sayyid Rakhmatullah (Ali Rakhmatullah atau Syeikh Rahmat, atau Sunan Ampel)
yang sedang giatnya menyebarkan Islam di sana.
Di Cirebon Syarif Hidayatullah menyebarkan Islam bersama Syekh Nurzati.
Perkembangan Islam begitu pesat diterima masyarakat, dan gerakannya sampai ke
“puseur dayeuh” Galuh.
9. Diam – diam, Prabu Siliwangi merasa khawatir akan gerakan Dakwah
cucunya sendiri Syarif Hidayatullah yg juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung
Jati.
Prabu Siliwangi akhirnya memindahkan Ibukota Pajajaran ke Pakuan
(bogor).
10. Pada tahun 1479, Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tapuk
pimpinan kerajaan Pakungwati. Sebagai penggatinya, maka ditasbihkanlah Syarif
Hidayatullah sebagai sultan Cirebon yang baru. Di bawah pimpinan Syarif
Hidayatullah, Pakungwati mengalami puncak kemajuannya, sehingga atas dukungan
dari rakyat Cirebon, Wali Songo, dan Kerajaan Demak, akhirnya Pakungwati
melepaskan diri dari Pajajaran. Sudah tentu, sikap ini mengundang kemarahan
Prabu Jaya Dewata dan berusaha mengambil alih kembali Cirebon. Namun
penyerangan yang dilakukan Prabu Jaya Dewata tidak berlangsung lama.
11. Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda
(atas permintaan Prabu Siliwangi), reaksi akan semakin luasnya pengaruh
kerajaan Cirebon islam yang bekerjasama dengan kerajaan Demak Islam.
13. Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak dan
Cirebon dipimpin Fatahilah, ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil
mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal
ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Penyerbuan ini dipimpin Fatahilah sebagai panglima perang Demak.
14. Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka,
sedangkan Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah
ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa
pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu
putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sebakingking. Di kemudian hari
Pangeran Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran
Hasanuddin.
15. Kerajaan Pajajaran akhirnya runtuh pada tahun 1579 akibat serangan
kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran
ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari
Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Tahta kerajaan Pajajaran berlangsung turun-temurun : Ratu Dewata; Ratu
Sakti, Prabu Nilakendra dan yang terakhir Prabu Ragamulya Suryakancana.
Di pihak Cirebon sendiri, putera Susuhunan Jati Cirebon, yaitu Pangeran
Sabakingkin, telah berhasil mendirikan kerajaan bercorak Islam Surasowan
Wahanten (Banten) dan melakukan beberapa kali penyerbuan ke Pajajaran. Pakuan
Pajajaran direbut dan dimusnahkan oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Hasanudin.
Pajajaran sirna ing bhumi, atau Pajajaran lenyap dari muka bumi pada
tanggal 11 bagian terang bulan wasaka tahun 1511 Saka atau 11 Rabi’ul Awal 978
hijriah atau tanggal 8 mei 1579 M.
Setelah runtuhnya kerajaan Hindu Pajajaran, muncullah 3 kerajaan Islam
yang merdeka di tatar Sunda :
Kerajaan Islam Pakungwati
Cirebon;
Kerajaan Islam Surasowan
Banten; dan
Kerajaan Islam
Sumedanglarang.
Daftar Pustaka:
1. http://serbasejarah.wordpress.com
2.
http://adhuy.wordpress.com/2006/02/14/sejarah-sunda-130-1579-m-yoseph-iskandar/
3. http://opickumis.multiply.com/journal/item/25
Posting Komentar untuk "Pergerakan Islam di Tatar Sunda 1511 @Waiman Cakrabuana"